Monday, July 20, 2009

Pelanggaran Hukum ITE didunia maya

IDI Jatim: Kasus NITA NURHALIMAH Hanya Pelanggaran Kode Etik

suarasurabaya.net| Masih ingat kasus dugaan malpraktik yang menimpa NITA NURHALIMAH (21) ? Gadis asal Blitar tersebut menderita Systemic Lupus Erythematosis, Steven Johnson Syndrome, sekaligus infeksi pada wajahnya. Pada 15 April lalu, NITA meninggal dunia di RS Saiful Anwar Malang.

Meski demikian, kasus NITA belum berakhir. Pembahasan kasus malpraktik yang diduga dilakukan dokter yang menangani NITA masih terus berlanjut. Seperti yang dilakukan Aliansi Advokasi NITA, terdiri dari 13 LSM diantaranya Pusham Unair, Kawan Kami, Cop Putat, Mahnet FH Unair, Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur, Surabaya Children Crisis Centre (SCCC), dan Samitra Abhaya KPPD.

Dalam sebuah seminar yang mengangkat “Derita NITA NURHALIMAH : Ketidaktahuan atau Kelalaian Profesi”, kasus NITA kembali diungkap di Ruang Adi Sukadana Fakultas Sosial Ilmu Politik (FISIP) Unair, Rabu (03/06). Bukan untuk menggali luka lama, tapi hendak memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya sebuah pertanggungjawaban profesi.

Perspektif medis, sosial dan hukum mengenai kasus NITA pun dikupas. Dari sisi medis, JOEWONO YULIASIH Sub Bagian Penyakit Dalam RSU dr. Soetomo, Unair Surabaya mengatakan gejala yang dialami NITA sama dengan tanda Systemic Lupus Erythematosis.

Dr. NURTJAHYO Biro Pembelaan Hukum Anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Timur mengatakan di bidang hukum tidak ada istilah malpraktik dalam kedokteran. “Semua dokter tidak ada yang sengaja ingin mencelakai pasiennya,” ujar TJAHYO demikian ia akrab disapa pada wartawan, Rabu (03/06).

Yang ada hanyalah kelalaian, seperti kekeliruan mendiagnosa atau memberikan obat. Namun, ditegaskan TJAHYO, dalam kasus NITA tidak ada indikasi kelalaian.

Menurutnya, kelalaian mengacu pada 4 kaidah. Pertama adalah otonom menghargai pasien, benefeciency menguntungkan pasien, non maleficence atau tidak merugikan pasien dan justice yakni tuntutan timbul jika terjadi konflik.

Konflik, kata TJAHYO berawal dari kurangnya komunikasi antara dokter dan pasiennya. Dan inilah yang terjadi pada kasus NITA. Sang dokter tidak terbuka kepada NITA dan keluarganya mengenai kondisi NITA.

“Intinya tadi komunikasi yang kurang berjalan. Protap berjalan benar. Masing-masing rumah sakit sudah memiliki protapnya. Apa yang harusnya diberikan sudah diberikan (pada NITA, red). Kalau kelalaian itu harus dibuktikan. Tapi ini tidak,” kata TJAHYO.

Lebih lanjut TJAHYO menuturkan apa yang perlu diberikan sudah diberikan. Baru bisa dikatakan lalai jika apa yang perlu diberikan ternyata tidak diberikan kepada si pasien.
TJAHYO hanya mengindikasikan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan dr. ANDIK EKO SUSANTO dokter di Balai Pengobatan yang tidak jauh dari tempat tinggal NITA di Desa Kendalrejo, Kecamatan Talun Kabupaten Blitar. Pelanggaran etik itu, kata TJAHYO berupa memarahi dan membentak pasien.

Atas hal itu, sang dokter berhak mendapat sanksi disiplin seperti peringatan karena kurang hati-hati. Jika melakukan kesalahan yang sama hingga 3 kali, sang dokter bisa dicabut izin prakteknya